Senin, 15 Oktober 2007

SEBUAH KISAH

Sejak kecil aku mengenalmu, karena kau tetangga dekatku. Namun tak pernah terbayang engkau akan menjadi pendamping hidupku.
Sebenarnya engkau tak terlalu cantik, tapi lebih sulit untuk mengatakan engkau jelek_BIASA SAJA_Engkau tak pernah memoleskan make-up di wajahmu, apalagi mengenakan perhiasan sebagaimana kebanyakan teman2mu. Nmun kesahajaan itulah yang mengusik hatiku, sehingga kuputuskan untuk memilihmu menjadi pendamping hidupku. Engkau yang sederhana, pintar dan tak banyak bicara, sungguh terlihat dewasa.
Engkau bukan anak orang berpangkat, bukan pula keturunan ningrat. Tapi aku tak peduli, yang kuutamakan bukan itu. Tetapi raga yang selalu menutup aurat dan jiwa yang selalu mengutamakan akhirat. Tekadku sudah bulat, kan ku pinang dirimu dalam waktu dekat.
Saat itu engkau baru lulus SMU. Tak kusangka engaku menerima dengan kedua tangan terbuka. Bahkan demi aku, engkau rela mengorbankan keinginanmu untuk mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu pun menyayangkan hal itu, karena menurut mereka engaku termasuk murid yang cerdas. Tapi entah mengapa, engkau lebih memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Sujud syukurku kepada Alloh, Alhamdulillah.
Semua serasa begitu mudah, dan kitapun menikah. Saat itu usiaku 25 tahun, sedang usiamu baru 19 tahun. Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum, tetapi engkau berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri lajangmu di usia sedini itu. Akupun semakin kagum padamu. Sejak menikah hingga kini, belum pernah engaku mengeluh tentang keadaan yang kita alami. Padahal engkau tahu sendiri, penghasilanku yang tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan kebutuhan. Sering kita harus menekan beberapa kebutuhan. Sering kita harus menekan beberapa keinginan karena memang kita tak sanggup untuk menggapainya. Namun tak pernah ku lihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena itu. Bahkan ketika engkau harus berhutang sekalipun.
Masih teringat pertama kali kita harungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil. Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada. Tapi engkau begitu cerdik. Seonggok pakaian kita yang masih di dalam tas usangengkau keluarkan. Engkau lipat, kemudian engkau tumpuk dua hingga tiga pakaian, lalu engkau bariskan sedemikian rupa hingga menyerupai kasur. Kemudian engkau bentangkan kerudung laksana seprei permadani menyelimuti " kasur" indah kita. Engkau tersenyum dan mempersilakan aku tidur. Ku tatap wajahmu denagan genangan air mata haru...bersambung ya, capek nih...

Tidak ada komentar: